Banten Terendah Kedua

5 05 2011

Logo Menara banten HUT BANTEN-10Blogger Banten Gubernur Banten dan kepala daerah kabupaten/kota harus lebih serius me­nye­leng­garakan pemerintahan serta kesejahteraan masyarakat. Ke­men­terian Dalam Negeri (Ke­me­ndagri) menetapkan bahwa Banten berada di posisi terendah ke­dua atau peringkat keenam dari tujuh provinsi hasil peme­karan daerah selama kurun waktu 1999-2009 dengan skor 44,57.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 120-277 Tahun 2011 tentang Pe­­netapan Peringkat Penye­leng­garaan Daerah Otonom Hasil Pe­mekaran, peringkat pertama di­raih Provinsi Maluku Utara dengan skor 55,88. Selanjutnya disusul Pro­vinsi Go­ron­­­talo de­ngan skor 51,31, Ke­pu­lauan Bang­ka Be­litung ­lauan Riau dengan skor 46,64, Banten de­ngan skor 44,57, dan Papude­ngan skor 49.64, Su­la­wesi Barat de­ngan skor 46,73, Ke­pu­Âa Barat dengan skor 24,99.

Pencapaian Banten di peringkat kedua terendah berdasarkan realisasi yang dihasilkan yakni kesejahteraan masyarakat dicapai 18,23 persen, good governance dicapai 6,86 persen, pelayanan publik dicapai 12,00 persen, dan daya saing dicapai 7,48 persen.
Dirjen Otonomi Daerah Djo­hermansyah Djohan mengatakan, tingkat kesejahteraan masyarakat diketahui secara umum masih menunjukkan ketimpangan di beberapa provinsi hasil peme­karan daerah. “Dari evaluasi ini, daerah otonom baru dih­a­rapkan mengenali kekurangannya sen­diri. Mengidentifikasi dan me­lakukan adaptasi masalah yang dihadapi,” kata Djohan kepada Kan­tor Berita Wahana Media Cen­ter (grup Radar Banten), Ming­gu (1/5).
Ia mengungkapkan, saat ini ada 169 daerah yang meminta di­mekarkan namun belum dires­pons karena pemerintah masih menerapkan moratorium atau jeda sementara pemekaran da­erah. “Pemekaran yang kebab­lasan hanya mengandalkan eu­foria serta tanpa persiapan. Hal ini akan mengantarkan ma­syarakat ke dalam pintu ke­seng­saraan. Yang diuntungkan adalah mereka yang punya kepentingan politik dan ekonomi,” tandasnya.
Selain daerah otonom baru tingkat provinsi, Kemendagri juga mengevaluasi sebanyak 34 daerah pemekaran tingkat kota dalam kurun waktu 1999-2009. Kota Cilegon bisa berbangga hati karena meraih peringkat keenam, Kota Serang peringkat ke-23, dan Kota Tangerang Se­latan peringkat ke-33 atau te­rendah kedua dari 34 daerah otonom baru.
Kota Cilegon peringkat keenam dengan skor 56,62 serta mencapai kesejahteraan masyarakat sebesar 22,15 persen, good governance 13,30 persen, pelayanan publik 14,03, dan daya saing 5,14 persen. Se­mentara itu, Kota Serang me­nempati peringkat ke-23 dengan skor 40,08 dari 34 daerah otonom baru. Kota Serang mencapai ke­sejahteraan masyarakat sebesar 18,20 persen, good governance 6,99 persen, pelayanan publik 9,89 persen, dan daya saing 5,00 persen. Kemudian Kota Tange­rang Selatan mendapat peringkat ke-33 dengan skor 18,28. Rin­ciannya, mencapai kesejahteraan masyarakat sebesar 9,23 persen, good governance 3,12 persen, pelayanan publik sebesar 1,93 persen, dan daya saing sebesar 4,00 persen.
Untuk tingkat kota, daerah pe­ringkat tiga tertinggi yakni per­tama diraih Kota Banjar Baru (Kalimantan Selatan) dengan skor 64,61, kedua diraih Kota Ci­mahi (Jawa Barat) dengan skor 60,43, dan ketiga diraih Kota Singkawang (Kalimantan Barat) dengan skor 58,12. Sementara per­ingkat terendah diraih Kota Gunung Sitoli (Sumatera Utara) dengan skor 11,89, disusul Kota Tangsel (Banten) dengan skor 18,28, dan Kota Tual (Maluku) dengan skor 23,29.
Menurutnya, secara umum daerah otonom baru hasil pe­mekaran dalam tata peme­rin­tahan masih belum memuaskan. Hal serupa juga terlihat pada kate­gori pelayanan publik. “Kinerja daerah otonom baru dalam memberikan pelayanan publik masih jauh dari harapan ideal,” tandasnya.
Dari skala nol sampai 100, lanjut Djohermansyah, performa da­erah otonomi baru hasil pe­mekaran jika dilihat dari indikator kesejahteraan masyarakat, pela­yanan publik, good governance, dan daya saing, mayoritas ska­lanya masih di bawah 50. “Kege­lisahan ini yang membuat pe­merintah saat ini sedang meng­godok sebuah cetak biru pe­mekaran daerah bernama Desain Besar Penataan Daerah,” ujarnya.
Dalam Desain Penataan Da­erah, kata dia, akan diwacanakan pembentukan daerah persiapan sebagai prosedur baru dalam pembentukan daerah otonom baru. “Kami juga akan memuat aturan penggabungan dan penye­suaian daerah otonom,” ujarnya.

Kinerja Pemerintah Perlu Diefektifkan
Kemendagri juga mengevaluasi seluruh daerah dalam penye­lenggaraan pemerintahan da­erah. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 120-276 Tahun 2010, Pemprov Banten mendapat peringkat ke-22 dari 33 pemprov di Indonesia, dengan skor 2,44. Sementara untuk tingkat kabupaten, Pemkab Tangerang lebih baik dari kabu­paten lain di Banten yakni pe­ring­kat ke-58 dari 344 kabupa­ten di Indonesia, dengan skor 2,57. Disusul Kabupaten Serang peringkat ke-179 dengan skor 2,30, Kabupaten Pandeglang pe­ringkat ke-202 dengan skor 2,25, dan Kabupaten Lebak pe­ringkat ke-275 dengan skor 1,97.
Sementara dari 86 kota se-In­donesia, Kota Cilegon lebih baik dari kota lainnya di Banten yakni menduduki peringkat ke-43 dengan skor 2,49. Disusul Kota Tangerang peringkat ke-72 de­ngan skor 2,23. Sedangkan Kota Serang dan Kota Tangerang Se­latan belum terevaluasi karena baru memiliki kepala daerah de­finitif di atas 2009.
Menurut Kepala Pusat Pene­rangan (Kapuspen) Kemendagri Reydonnizar Moeneok, Ke­mendagri akan terus meng­evaluasi dan melakukan penilaian terhadap kinerja pemerintah da­erah setiap tahun. “Tidak me­nutup kemungkinan ke depan, pemerintah akan memberikan insentif bagi daerah-daerah berprestasi. Itu sesuai instruksi Wakil Presiden,” kata pria yang akrab disapa Doni. Doni ber­harap, evaluasi daerah ini men­jadi fungsi pembinaan, penga­wasan, dan kontrol pemerintah pusat terhadap kinerja peme­rintahan daerah.
Dirjen Otda Kemendagri Djo­hermansyah Djohan meminta ke­pala daerah untuk menjalankan pemerintahan secara efektif, meng­utamakan kelancaran jalan­nya roda pemerintahan da­erah dan mengutamakan pro­gram-program yang bermanfaat untuk masyarakat. “Jadi jangan keluar dari rel. Paling penting meli­batkan masyarakat untuk tata kelolanya dan jangan merugi­kan keuangan negara. Kami tidak mau lagi mendengar kepala da­erah masuk penjara,” tandas­nya.
Djohan berharap masyarakat bisa menyampaikan aspirasi serta tak takut untuk berbicara membantu mempercepat pem­bangunan daerah. “Jangan ber­pangku tangan dan pasif karena tugas-tugas pembangunan da­erah tidak akan optimal tanpa keter­libatan masyarakat,” ujarnya.(run/wmc/alt)


Actions

Information

Leave a comment